Cinta dan Lambang Keberartian

Bertanyalah kita! Hari ini, sejenak saja, kepada diri sendiri tentang sebuah keberartian dan makna hidup yang sangat mendalam; kelayakan untuk dicintai. Layakkah kita untuk dicintai?

Layak dicintai merupakan lambang keberartian cinta. Karena cinta tidaklah dipersembahkan untuk padang jiwa yang hampa, hanya bila dalam jiwa kita memberikan manfaatlah, cinta itu layak menyapa kita dengan ketulusan. Hidup, keberartiannyatudak akan didapat oleh orang-orang yang kikir atau degil, jiwa yang hanya bisa merusak dan tidak bisa membangun.

Kelayakan dicintai adalah definisi dari sebuah kapasitas, kapasitas yang diukur dari sejauh mana kita memiliki harga. Dalam wujud amal nyata dan peran-peran tang berbukti, bukan status, apalagi sekedar hiasan performa dan gincu-gincu kepalsuan.

NIlai umum dari orang yang layaknya dicintai adalah kemanfaatan dirinya bagi kehidupan, bagi sesama dan bagi keberlangsungan hidup diri dan orang lain. Ini tidak saja pesan bagi orang-orang yang sedang memburu cinta, para pemimpin yang mengais-ngais cinta rakyatnya, dan para presiden yang merayu-rayu cinta pemilihnya. Tapi juga untuk siapa saja yang ingin mendapat kelayakan untuk dicintai.

Setiap yang bernyawa, pasti mengharapkan dirinya layak dicintai. Untuk mendapatkan kelaakan dicintai itutidaklah mudah, karena cinta itu sendiri rumit. Maka sebuah tragedi tentang seorang Pangeran Inggris misalnya adalah seklumit kisah tentang rumitnya cinta berlabuh pada tempat yang tidak layak. Sang pangeran adalah pewaris tahta kerajaan, dan mendiang istrinya cantik rupawan, tapi nyaris tak ada kejujuran cinta di sana, maka cintapun tak menyapa mereka. Kejujuran yang hilang telah mengubah pencarian cinta menadi hanya setumpuk petualangan selera dan hawa nafsu.

Sebaliknya, lihatlah anak-anak kecil di sekitar kita, polos. lugu dan tak berdosa. Kejujuran mereka benar-benar sempurna, maka anak-anak selalu layak dicintai dengan sepenuh hati. Orang tua mereka rela berkorban apa saja demi buah hati mereka. Sebab anak-anak itu selalu memancarkan ketulusan, tak ada dosa, tak ada khianat, apalagi dengki dan hasad. Anak-anak adalah kejujuran itu sendiri. Itulah pantas Al-Qur'an menamai mereka dengan sebutan "Qurrata A'yun", yang indah dipandang mata. Sebab disana ada ketulusan yang tak bicara dengan kata. Disan ada kejujuran yang memantulkan cahaya.

Tetapi karunia iman memberi kekuatan lain pada makna kelayakan itu, disini keberartian menjadi sempurna. Beriman, berdaya guna, taat dan kemudian memberi manfaat untuk kehidupan sesama.

Maka sebaik-baik orang mukmin adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain. Tak ada yang bisa melakukan sesuatu yang sangat istimewa, melebihi apa yang bisa dilakukan oleh kekuatan iman.

Karenanya kelayakan dicintai pada dimensi yang paling mendalam adalah kemampuan seorang manusia untuk bisa mengerti apa yang seharusnya dilakukan sebagai seorang hamba yang diciptakan Allah di muka bumi ini yang kelak akan mati, lalu dimintai pertanggung jawabannya. Maka ia akan memburu cinta-Nya agar layak dicintai. Pada perburua cintanya itu lantas berhamburan amal-amal dan kebaikannya untuk orang-orang yang ada disekelilingnya. Maka profesi dan status tak kuasa membendung aliran kebaikan-kebaikan itu. Sebab profesi dan status itu mengalirkan arus kebaikannya.

Bertanyalah kita, hari ini, sejenak saja tentang hiruk pikuk pergulatan hidup yang kita jalani, dijenak-jenak lelah dan godaan bosan yang menghantui, atau tentang kerja-kerja duniawi yang menguras akal budi, disela oleh mimpi dan keinginan memiliki bertumpuk rezeki, atau tentang perburuan jabatan ayang berlumur ketidak adilan. Atau belajar di meja-meja buku yang tak kunjung usai, ditingkahi malas an lambaian jalan yang merjuk merayu. Adakah semua itu mengantarkan kita menjadi orang yang layak dicintai?

Apakah Wanita Boleh Memilih Pasangan Buat Menikah?

Penulis: Bintumuhamad

Banyak wanita yang bertanya-tanya ketika akan menikah, apakah boleh seorang wanita memilih pasangan hidupnya sendiri? Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

“Wanita itu biasa dinikahi karena empat perkara: Karena hartanya, karena kemuliaan keturunannya, karena kecantikannya dank arena agamanya. Maka pilihlah yang beragama, karena kalau tidak niscaya engkau akan merugi.” (Hadits riwayat Bukhari no: 5090 dan Muslim no: 1466, sanadnya shahih)

Berdasarkan hadits di atas maka jelas bahwa lelakilah yang memilih wanita untuk dinikahinya. Lalu bagaimana dengan wanita???
Apakah wanita tidak berhak menentukan dengan siapa dia akan dan ingin menikah???

Saudariku, ketahuilah…
Seorang wanita juga memiliki hak untuk memilih calon suaminya. Dan apabila dia dijodohkan dengan lelaki yang tidak dia cintai, maka dia berhak menolak pinangan lelaki tersebut.
Diriwayatkan dari Khansaa’ al-Anshariyyah (ia berkata): ”Sesungguhnya bapaknya telah menikahkannya (dengan seorang lelaki) dan (ketika itu) dia sebagai seorang janda, maka dia tidak menyukainya. Lalu dia mendatangi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam (mengadukan halnya), maka beliau shallallahu ’alaihi wa sallam kemudian membatalkan pernikahannya.” (Hadits riwayat Bukhari no: 5138, 6945 dan 6969, Abu Dawud no: 2101, an-Nasa-i no: 3268, dan Ibnu Majah no: 1873, dengan sanad shahih)

Dalam riwayat dari jalan yang lain, yaitu dari jalan Ibnu ‘Abbas (ia berkata): Bahwasanya seorang gadis pernah datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian ia menceritakan (halnya) kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya bapaknya telah menikahkannya (dengan seorang lelaki) sedangkan dia tidak menyukainya.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan kepadanya hak untuk memilih (apakah dia akan melanjutkan pernikahannya atau membatalkannya).” (Hadits riwayat Abu Dawud no: 2096 dan Ibnu Majah no: 1875, dengan sanad shahih)

Dari dua hadits diatas maka jelas bahwa seorang wanita boleh memilih pasangan hidupnya. Dan jika dia tidak menyukai lelaki yang dipasangkan atau dijodohkan dengannya maka dia boleh menolak pinangan lelaki tersebut. Namun, jika dia sudah dinikahkan dengan lelaki tersebut maka dia bisa mengadukan halnya itu kepada Qadhi atau Hakim atau pihak KUA. Seperti yang terjadi pada Khansaa’ al-Anshariyyah, dimana dia dinikahkan dengan seorang lelaki yang tidak dicintainya. Padahal dia telah menyukai dan mencintai Abu Lubabah. Maka setelah Rasulullah shallallahu ’alahi wa sallam membatalkan pernikahannya, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan kepada orang tua Khansaa’ agar menikahkan puterinya dengan Abu Lubabah.

Lalu bagaimana seorang wanita bisa mengutarakan pendapatnya tersebut?
Diriwayatkan dari Abu Hurairah: Bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: ”Seorang wanita janda tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai pertimbangan dan seorang gadis perawan tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai persetujuan.” Para sahabat bertanya: ”Ya Rasulullah, bagaimana tanda setujunya?” Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab: ”Bila ia diam.” (Hadits riwayat Muslim no: 2543, dengan sanad shahih)

Diriwayatkan pula dari jalan ’Aisyah binti Abu bakar: ”Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam tentang seorang gadis perawan yang dinikahkan oleh keluarganya, apakah ia harus dimintai persetujuan ataukah tidak?” Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab: ”Ya, harus dimintai persetujuan!” Aku katakan kepada beliau, perempuan itu merasa malu. Rasulullah shallallhu ’alaihi wa sallam bersabda: ”Itulah tanda setujunya bila ia diam.” (Hadits riwayat Muslim no: 2544, dengan sanad shahih)

Dari dua hadits diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang wanita harus dimintai pendapat dan persetujuan terlebih dahulu ketika akan menikah, baik dia seorang janda atau seorang gadis. Orang tua atau wali tidak boleh memaksakan kehendak pada puteri-puterinya untuk menikah dengan lelaki yang tidak mereka cintai. Karena hati tidak dapat dipaksa, meskipun badan dapat dipaksa dan terpaksa untuk mengikutinya.

Dengan demikian saudariku, jelaslah bahwa wanita pun memiliki hak yang sama dalam memilih calon pasangan hidupnya. Engkau dapat memilih seorang lelaki yang rupawan, kaya, dan berasal dari keturunan yang baik, namun begitu pilihlah seorang lelaki yang baik agama dan akhlaqnya. Karena seorang lelaki yang baik agamanya akan senantiasa memuliakan kedudukan wanita dan senantiasa berbuat ma’ruf padanya.
Wallahu Ta’ala a’lam bish showwab.

Dinukil dari kitab al-Masaa-il jilid 7 karya al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat hafidzahullah dengan beberapa ziyadah (tambahan).

Harusnya Engkau Rasakan Hari Bahagiamu Wahai Kakakku


Tinggal berapa jam akan berlalu
Menanti hari yang teramat bersejarah bagi kakakku terutama
Penantian dari sebuah perjuangan batin yang merona
Dan himpitan sepi yang mencekam
Ada luka hati yang sulit disembuhkan
Puing-puing kesabaran, menjadikannya tegar
Membiarkan pahit, terasa manis walau galau dirasa
Mengharap dewi fortuna tetap disisinya
Tanpa terus berpaling dengan linangan air, yang menenangkannya
Saboplasma menambah episode-episode hidupnya
Bertahan tanpa ujung menjadi kepastian
Jerit batinnya, tak mampu mengalahkannya
Sampai detik dimana seharusnya bahagianya
Merengguk segala mimpi indahnya
Melepas sakit parahnya
Sungguh...harap, do'a, hanya ada untuknya dihari jadinya ini
Umur yang semakin berkurang jatahnya
Telah membuat diriku bertambah sedih dan pilu
Yang diri rasa semakin rapuh untuk bangga dihatinya
Duhai Rabbi...turunkanlah mukjizat-Mu dibumi ini
Untuk yang terkasih menuai segala usaha
Atas ketulusan, kemurahan hati, kebeningan nuraninya
Yang tak mudah lupakannya, dan menjadi tega tak mudah dirasa
Sedetik saja, berikan itu untuknya, aku rela menjadi jaminannya
Asal semua keindahan itu tak hanya sekedar mimpi
Derai mata ini jadikanlah awal jaminan, bahwa jiwa ini tak hanya ingin
Tapi realiata aku butuh teramat sangat
Allah...aku khawatir, esok hari Kau akan mencabut nyawaku tanpa ijin
Tanpa ijin juga Kau beri aku kesempatan atas penyaksian indahnya mimpi
Haruskah aku pergi tinggalkan segala yang fana ini dengan ketidak tenangan?
Pantaskah kecemasanku selama ini tak terbayarkan, meski walau hanya hitungan detik?
Akankah itu terjadi padaku duhai Rabbku...?
Aku memang tak pantas memaksaMu, ini bukan sebuah egois semata
Ada cinta tulus dan usaha pembuktian dalam rengekanku
Aku mohon Engkau berkehendak mendengar pun mengiyakannya
Hanya Engkau yang mempunyai segala daya dan kekuatan untuk wujudkannya

Bukan Rasa Dendam


Malam itu ingin rasanya aku menangis dan menjerit sejadi- jadinya, gimana tidak? sesak rasanya dada ini mengalami hal yang sangat menjengkelkan, tapi aku masih sanggup bertahan dengan sisa kesabaran yang masih aku miliki, mungkin karena dia belum mengenalku dalam nyata, yang hanya mengenalku di alam maya. Dengan celaan- celaannya itu, mungkin dia menganggap canda semata, namun tidak begitu bagiku.

Sebagai anak yang dibesarkan dengan kasih sayang dan kemanjaan yang melimpah, baik dari orang tua ataupun saudaraku yang lain, aku tumbuh menjadi anak yang tidak biasa dengan kata yang menyakitkan tapi mungkin saat ini sudah tiba waktunya untukku belajar menyesuaikan diri dengan lingkunganku dan dengan segala suasana karena mungkin ngga selamanya aku akan selalu dimanjakan oleh orang- orang yang mengenalku.

Ingin rasanya aku marah pada orang yang selalu menghujaniku dengan celaan- celaan yang aku ngga mengerti dengan pasti apa maksud celaannya itu, benarkah hanya candaan ataukah memang dengan kesengajaan, tapi jika dengan sengaja apa salahku padanya?

Bukan karena aku tidak bisa dengan candaan, tapi bukankah candaan itu ada batasannya, dan bukankah menjaga perasaan orang itu sangat dianjurkan terhadap siapapun lawan bicara atau becanda kita, akhir- akhir ini aku sangat dibuat heran dengan hal- hal yang seharusnya aku abaikan, namun aku sungguh tak sanggup. Andai saja dia dapat mengerti apa yang aku rasakan saat hujanan celaan itu dia siramakan padaku......(tapi aku juga ngga ingin dia mengetahuinya).

Aku biarkan dia rasakan kepuasan dalam ejekannya, bukan karehna kemunafikanku tapi lebih karena kehusnudzananku padanya. Denagn husnudzanku juga, aku salurkan hobiku. Sudah menjadi tabiatku, lebih mudsah meluapkan perasaanku dengan tulisan, kini aku tuangkan perasaan pahit itu melalui ketikan tanganku.

Aku...aku... dan aku... rasanya sesak sekali dada ini menahan semua beban itu jika aku mengingatnya, seandainya aku bisa dengan mudah melupakannya, tentu sudah pasti aku tidak akan menjadi orang yang mungkin paling merana di dunia ini.

Heranku, bimbangku, jengkel yang aku rasakan ini merupakan bentuk emosi yang tidak tertahankan, untuk saat ini mungkin hanya bisa diluapkan dengan rangkaian kata sambil sesekali mengisak- isak menahan tetesan air mata. Dan aku harapkan aku selalu menjadi orang yang lebih dewasa, tidak mudah sakit hati dan kecewa hanya karena hal- hal yag sepele.

Hanya orang yang terdekatlah yang sangat dibutuhkan seseorang yang sedang menanggung beban berat, itulah saat ini aku yang ingin berada disisi mamaku, orang yang telah melahirkan dan menjagaku serta selalu sabar mendidikku, Mama...aku butuhkanmu, untuk mendengar keluhan yang anakmu rasakan saat ini. Aku ingin engkau memelukku dengan penuh kasih dan sayangmu dan menenangkanku dengan nasehat- nasehat bijakmu.

Asa Itu Masih Ada

Berawal dari asa, keingingan kuat lantas mendukung, kemudian berani untuk bermimpi menggapai segala asa yang telah ada, tak ada insan di dunia ini yang mudah untuk rela menerima kegagalan, namun terkadang justru kegagalan itulah yang menghantarkan seseorang pada kesuksesan yang tak pernah diduga.

Allah menciptakan manusia dengan akal yang sangat sempurna, yang harusnya lebih jauh dari mengenal kata "putus asa" di banding makhluk lainnya, namun rasa tidak pernah merasa puas yang bisa dikatakan menjadi watak dari makhluk bernama "manusia" itulah, yang menuntunnya untuk selalu (kesannya) menyalahkan takdir, padahal bukankah Allah tidak akan merubah keadaan seorang hamba, sehingga hamba itu sendirilah yang berusaha mengubahnya. Dan kebanyakan (tidak selamanya) kegagalan seseorang berasal dari kesalahan yang diperbuatnya???

Jika Allah saja tidak pernah bosan menyayangi hamba-Nya dengan sifat keMaha Penyayangnya, tapi mengapa justru kita sebagai hamba-Nya yang faqir akan kasih sayang-Nya, yang terkesan menjauhkan diri dari rahmatNya dengan mudahnya menjadi diri yang putus asa??? Bukankah masih ada kata "kesempatan", yang lebih bisa memotifasi jiwa- jiwa yang rapuh karena keterpurukan dari sebuah "kegagalan"???

Karena aku sendiri merasakan, betapa sangat tidak ada gunanya kata "putus asa" itu, karena hanya mengurangi waktu yang ada dan membebani pikiran dengan meratapi kegagalan itu sendiri, padahal saat itulah, adanya waktu dimana seharusnya fokus berpikir bagaimana bangkit dari keterpurukan dan menggapai keberhasilan yang tertunda itu.

Setiap manusia juga mempunyai kesempatan untuk memperbaiki keadaan menjadi sesuai yang kita inginkan, dan Allah pula selalu memberi kesempatan bagi kita untuk meminta kepada-Nya apa yang kita inginkan, dengan diiringi usaha tentunya. Dengan ketikan ini, aku berharap tak lagi aku mengenal kata "putus asa" itu.

Masa telah berganti...dan roda kehidupan terus berputar

Saat sekarang dan selamanya, biarlah rasa pahit itu berlalu

Untuk menjadikan mimpi bukan sekedar mimpi

Yang indah menjadi semakin indah dengan asa yang ada

Mungkin tak mudah...tapi pasti bisa

Rasa optimis demikian pasti membawa makna

Biarkan itu berlalu tanpa harus ada luka

Sematkan harap dan doa selalu

Akan sukses yang talah menunggu tidak sabar

Sedikit bait itu bagitu saja yang terlintas dalam alam imajinasiku sekaligus menjadi harap yang tehias indah dengan asa dan doa tiada pernah mengenal lelah ataupun bosan, sabar berpikir, sabar dalam usaha, serta sabar dalam meghadapi kenyataan mimpi itu...Tak kan pernah lagi aku dapati kesia- siaan itu memburuku dan aku pastikan selalu ada asa untuk menjadi yang lebih baik bagi semua insan yang menginginkan kesuksesan itu dalam usaha.

Cita- cita yang Tertunda


Ga pernah terlintas dalam benakku kalo aku akan ikut berpatisipasi mencerdaskan bangsa(dirinya aja masih butuh banyak ilmu, mau nyerdasin bangsa. hehehe...), walau aku masih kuliah dan bahkan masih harus banyak belajar untuk bisa mengajar, aku telah belajar mengajar.

Awal aku terjun ke dunia mengajar, rasa jenuh, kesel, males karena tingkah pola anak didikku sering aku rasakan, ingin rasanya aku tinggalkan dunia itu, namun setelah aku melihat teman- teman seprofesiku, yang mempunyai perasaan sama seperti aku ketika baru saja menggeluti dunia mengajar itu dan mereka banyak yang malah menjadi lebih tertantang untuk lebih mendalaminya,apalagi yang aku tangani waktu awal- awal terjun pada dunia mengajar itu adalah anak usia dini, yang dalam menanganinya selain butuh kesabaran ekstra, setidaknya sedikit ilmu tentang psikolog anak harus ada modal untuk itu, misalnya bagaimana menghadapi anak yang pendiam, bagaimana menyikapi anak yang tingkahnya over, dan lain- lainnya.

Hari- hari berlalu sampai tahunpun telah berganti, sudah satu tahun ini aku menggeluti dunia mengajar itu, akupun mulai berpikir bagaimana aku harus bisa menjadi pendidik yang tidak hanya sekedar profesi semata, tapi juga pendidik yang benar- benar mampu membawa para anak didik menjadi manusia yang menghargai akan sebuah ilmu dan pengamalannya.

Namun belakangan ini, keinginan itu luntur karena aku merasa ga akan pernah mampu, mungkin cukup punya cita- cita menjadi pendidik untuk anak sendiri aja udah merupakan cita- cita yang mulia kali ya(tapi kapan yah...) toh segala sesuatu dimulai dari yang terkecil dulu, berawal dari mendidik anak sendiri, aku berharap kelak akan meluas pada masyarakat pada umumnya, orang tuanya ga bisa(diriku) tapi anaknya pinter mendidik...iya ga sih? terlalu jauh yah angan- angan aku, 'n juga terlalu tinggi (sakit dong kalo jatuh!!!), tapi kan ga salah juga punya cita- cita tinggi.

Priori utamaku sekarang, aku ingin menjadi istri yang sholehah kelak, yang taat pada suamiku, menjadi istri dan ibu kebanggaan suami dan anak- anakku. Dan sebelum menjadi istri yang sholehah, sekarang dan selamanya aku akan selalu menjadi anak yang berbakti pada orang tuaku. Terima kasihku pada mereka yang telah mendidik aku, namun ga sedikit aku telah mengecewakan mereka, dan pintu maaf mereka atas segala kecewa yang kuperbuat selalu terbuka lebar untukku, bagi aku orang yang paling sabar di dunia ini adalah orang tuaku. Semoga Allah memanjangkan umur mereka, sehingga bisa menyaksikan aku menjadi seorang istri dan ibu. Aaaaamiiiin...

Membina Keluarga Bahagia


Marilah kita terus tingkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, tunaikan segala aturannya dengan penuh rasa ketaatan serta jauhkan diri dari melakukan aktifitas yang dilarangnya dengan segala kejujuran. Semoga kita mencapai kebahgiaan hidup di dunia dan akhirat yang kekal.Tidak dinafikan bahwa setiap manusia yang hidup menginginkan kebahagiaan, karena hidup yang tidak bahagia merupakan sesuatu yang tidak dikehendaki oleh siapapun diantara kita. Kebahagiaan yang diinginkan itu mencakup seluruh aktifitas hidup berupa sehat badan, kebahagiaan rumahtangga serta kebahagiaan dari semua gerak langkah kita dalam hidup ini.
Ibnu Khalid berpendapat: Bahagia itu adalah tunduk dan patuh mengikut garis-garis yang ditentukan Allah SWT.
Imam Al-Ghazali pernah berkata: Bahagia tiap-tiap sesuatu adalah apabila ia dapat merasakan kenikmatan, kesenangan dan kelezatan dalam gerak langkah hidup kita.
Kedua pendapat ini mempunyai maksud dan tujuan yang sama yaitu setiap manusia mesti hidup didalam kesempurnaan dan kebahgiaan di dunia yaitu mempunyai segala keperluan, harta dan kesehatan. Manusia juga mesti hidup dalam kesempurnaan dan kebahagiaan di akhirat yaitu mempunyai keimanan dan ketakwaan terhadap segala perintah Allah SWT dan Rasulnya.
Al-Quran banyak berbicara tentang cara membentuk dan mengatur keluarga muslim kearah mencapai kebahagiaan, diantaranya persoalan pernikahan, perceraian, kewajiban nafkah, tanggung jawab terhadap anak-anak dan kedua orang tua, warisan (pembagian harta pusaka) dan sebagainya.
Ini membuktikan pentingnya kebahagiaan hidup seseorang, karena kebahagiaan hidup pribadi adalah menjadi tulang punggung kepada kebahagiaan hidup berkeluarga. Seterusnya kebahagiaan hidup berkeluarga adalah menjadi teras bagi kesejahteraan dan kebahagiaan hidup masyarakat serta negara.
Oleh karenanya masyarakat itu dibina dari sebuah keluarga, sudah pasti nilai-nilai yang baik dan murni tidak kelihatan selagi nilai-nilai itu belum diamalkan oleh setiap orang dalam keluarga. Islam telah menentukan hak-hak dan kewajiban seseorang terhadap dirinya dan juga masyarakat.
Kewajiban terhadap diri sendiri adalah tanggung jawab membina dan mendidik dirinya, akalnya, harta benda, nyawa dan kehormatannya. Setelah itu haruslah berlandaskan atas dasar Mahabbah (kasih sayang) dan belas kasihan diantara keduanya.
Firman Allah SWT didalam Al Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istreri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Islam menghendaki hubungan suami isteri adalah hubungan yang sangat erat, hubungan yang melengkapi ruhani dan jasmani yang kokoh. Oleh karena itu, segala jalan yang akan merenggangkan ikatan yang suci bagi kedua suami isteri itu hendaklah dicegah dan dihindarkan dengan segala daya dan usaha yang kuat.
Untuk melahirkan kasih sayang, seorang suami harus memahami perasaan dan keperluan isterinya dan begitupun sebaliknya. Ada mahligai rumah tangga yang dibina sekian puluh tahun dan berakhir dengan perceraian, karena satu sama lainnya tidak mengenali dan memahami pasangan masing-masing.
“Huda Wa Rahmah” bukan saja tuntutan jasmani, tetapi juga keperluan ruhani. Ada contoh seorang suami lebih mencintai komputer, sehingga mengabaikan perasaan dan kasih sayang terhadap isteri dan akhirnya membawa perceraian, dan lain sebagainya.
Untuk membina “Huda Wa Rahmah” suami isteri hendaklah melakukan dalam hidup keluarga dengan: Pertama, solat berjamaah di masjid/mushallah dan sekali-kali berjamaah di rumah bersama isteri dan anak, ibu serta bapak dan pembantu rumah. Kedua, memberikan tazkirah kepada keluarga. Ketiga, makan berjamaah bersama keluarga. Keempat, jagalah selalu kesepakatan dan komunikasi dalam keluarga, budayakan sifat konsep syura di dalam hidup berkeluarga. Kelima, sekali-kali lakukan agenda rihlah (tamasya) dengan keluarga.
Sebaliknya jika aktivitas untuk melahirkan “Huda Wa Rahmah” tidak dibudayakan dalam keluarga akan mengakibatkan kepada keretakan dalam keluarga yang berakhir dengan perceraian. Sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya perkara halal yang paling dibenci oleh Allah SAW adalah perceraian”.
Setelah ikatan diperkokohkan dan jalan perselisihan dapat dicegah sedini mungkin, Islam menegaskan garis panduan yang mewajibkan kedua orang tua memelihara anak-anak mereka dengan baik dan memberikan didikan yang sempurna. Sebaik-baik didikan adalah apa yang digambarkan Al-Qur’an sebagaimana yang terdapat dalam surat Luqman ayat 13, dimana Allah SWT memuji dan menceritakan didikan yang diberikan Luqman kepada anaknya : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) adalah kezaliman yang besar".
Seterusnya banyak lagi ajaran dan didikan yang disampaikan oleh Luqman kepada anaknya yang meliputi bidang akidah, ibadah, kemasyarakatan dan sebagainya. Antara lain: Pertama, mendirikan ibadah shalat. Kedua, menyeru manusia berbuat kebaikan dan mencegah dari berbuat kemungkaran.
Ketiga, bersabar ketika berhadapan dengan ujian hidup. Keempat, mengimani setiap yang baik pasti ada balasannya, begitu juga sebaliknya. Kelima, tidak berlaku sombong terhadap orang lain. Keenam, sentiasa merendah diri. Ketujuh, hidup secara sederhana. Kedelapan, jangan meninggikan suara kepada orang lain.
Dapat kita pahami, bahwa maklumat tentang pendidikan islam adalah untuk menanamkan sifat-sifat mulia kedalam jiwa anak-anak, agar mereka benar-benar dapat beribadah kepada Allah SWT dengan penuh takwa tanpa melihat tempat dan waktu. Oleh karena itu, marilah kita mengubah langkah gerak kita untuk kembali mempelajari dan menghayati sepenuhnya ajaran dan nilai-nilai Islam demi kebahagiaan keluarga dan generasi kita dimasa mendatang.
Islam telah mengambil perhatian yang sangat istimewa terhadap rumah tangga, kebaikannya dan keselamatannya, karena rumah tangga yang aman dan sehat, teratur dan berdisplin menjadi kunci atau dengan kata lain menjadi batu loncatan bagi kemajuan dan pembangunan suatu bangsa dan negara, sebaliknya rumah tangga yang kurang harmonis dan porak-poranda akan mengakibatkan mala petaka dan keruntuhan suatu masyarakat.
Firman Allah SWT: “Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penghibur hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Furqan:7).

Untuk yang Tercinta


Aku tak sanggup lagi...
Tapi aku harus mampu
Pasti keajaiban itu tiba
Untuk aku yang selalu berharap tanpa bosan
Aku hanya ingin satu...
Kasih sayang-Mu selalu...
Aku yakin Kau tak pernah lalai
Dalam menjaga dan mengawasi
Beri aku kesempatan untuk bisa...
Segala hal yang terbaik untuk hidup ini
Untuk semua yang kucinta...
Keluargaku terutama

Menanti Bahagianya...


Alangkah sangat bahagia jika melihat orang terkasih bahagia, terlebih jika kebahagiaan itu dari diri kita, namun apa jadinya jika keinginan untuk membahagiakan orang terkasih tidak bisa terwujud dengan mudahnya, karena yang ingin dibahagiakan tidak memberi izin akan hal itu.

Dalam segenap do'a, harapan itu di curahkan.
"Allah... Engkau Maha Tahu apa yang ada dalam pikiranku, dengan itu maka berilah bahagia itu padanya, karena aku kesulitan untuk memberi, Engkau pula Maha Tahu apa yang terbaik buatnya, maka anugrahkan bahagia itu padanya tanpa harus dia terbebani".

Rinduku padamu yang mendorongku menulis ini, karena kasih sayangku padamu pula aku mampu berimajinasi dalam waktu yang cukup singkat, karena kau pasti mengenal diri aku yang tidak mudah menuangkan isi hatiku, kecuali pada orang tertentu yang sudah pasti orang itu sudah sangat akrab padaku. Namun saat ini aku buktikan padamu bahwa aku adalah adik yang selalu menyayangimu, yang selalu mengharapkan kebahagiaanmu,sehingga aku meluapkan apa yang saat ini aku rasakan, yaitu dalamnya rinduku padamu.

Sampai kapan kau acuhkanku dalam jauhmu?

Kapan tibanya aku bisa membahagiakanmu?

Kapan pula kau merangkulku dalam kebanggaanmu padaku?

Kapan aku mendapat senyum tulus akan bahagiamu?

Kapan pula aku mendapat kesempatan untuk duduk dengan candamu?

mba'...aku senantiasa menantimu dengan do'a dan sabar...